Judul Internasional : The Raid Redemption
Negara & Tanggal Rilis : Indonesia, 23 Maret 2012
Genre : Laga/aksi.
Durasi : 100 menit.Durasi : 100 Menit
Produser : Ario Sagantoro.
Sutradara : Gareth Evans.
Penulis Naskah : Gareth Evans.
Pemeran UTama : Iko Uwais Sebagai Rama.
Pemeran Pembantu : Ananda George Sebagai, Donny Alamsyah Sebagai
Andi, Eka Rahmadia Sebagai Dagu, Fikha Effendi Sebagai Istri
Rama, Joe Taslim Sebagai Jaka, Pierre Gruno Sebagai Wahyu, R. Iman Aji
Sebagai Eko, Ray Sahetapy Sebagai Tama, Tegar Satria Sebagai Bowo, Verdi
Solaiman Sebagai Budi, Yayan Ruhian Sebagai Mad Dog, dan Iang Darmawan.
Graeth Huw Evans adalah penulis skenario sekaligus sutradara berkewarganegaraan Britinia Raya yang aktif dalam dunia perfilman di Indonesia. Jebolan universitas Glamorgan jurusan penulis skenario ini menitih karier perfilmnya di Indonesia dengan menyutradarai film dokumenter dengan judul "Mystic Arts of Indonesia: Pencak Silat" pada tahun 2008. Setelah, film pertamanya, Graeth Evans merilis film keduanya dengan judul, “Merantau” pada tahun 2009. Untuk film ketiganya, Graeth Evens membuat film yang berjudul “The Raid” pada tahun 2011. Sampai saat ini Gareth Event telah menyutradarai 8 film yang kebayakan bergenre aksi. Tetapi, salah satu film yang telah melambungkan nama Gareth Event adalah “The Raid”. Film yang telah mendapatkan 8 penghargaan tersebut telah memukau para pecinta aksi di Indonesia. Fi
Dalam menulis skenario film yang mempunyai konsep aksi tersebut, tak lepas dari masa kecil yang terobsesi dengan film “Pecae Hotel” (1995) yang dibintangi Chow Yun Fat. Latar dalam filmnya juga terobsesi dari film yang pernah dilihatnya, latar dengan konsep bangunan yang terisolali yang melindungi penjahat. Untuk struktur ceritanya, Evant terinspirasi dari film Assult on Precinct 13 (1976) dan Die Hard (1988).
Dalam film tersebut Evans selaku sutradara membumbui filmnya dengan aksi yang sangat kental dan menegangkan. Karena sejak kecil Evans menyukai film yang bergenre aksi dan mempunyai banyak koleksi film aksi. Pada filmnya, adegan aksi dimulai ketika tim SWAT mendapat perlawanan oleh penghuni apartemen karena salah satu penjaga apartemen mengetahui kedatangan tim SWAT. Sehingga, dalam melumpuhkan pengguni apartemen harus berujung perkelahian yang menegangkan. Walaupun, telah dibekali senapan berjenis Heckler & Koch HK416 dengan 14.5 in barrel - 5.56x45mm, tim SWAT gugur satu persatu karena melawan penghuni gedung yang berbekal senapan, golok, dan sniper berjenis Remington 700PSS dengan Harris bipod, in 300 Win Mag.
Evans menghadirkan tokoh utama bernama Iko Uwais yang berperan sebagai Rama yang bergabung dalam tim SWAT. Tim SWAT mengrebek blok apartemen yang tidak terurus dengan misi menangkap pemiliknya seorang raja bandar narkotik bernama Tama. Blok ini tidak pernah digerebek atau pun tersentuh oleh Polisi sebelumnya. Sebagai tempat yang tidak dijangkau oleh pihak berwajib, gedung tersebut menjadi tempat berlindung para pembunuh, pengguna narkotika, anggota geng, pemerkosa, dan pencuri yang mencari tempat tinggal aman. Operasi dimulai di pagi buta, kelompok SWAT diam-diam merambah ke dalam gedung dan mengendalikan setiap lantai yang mereka naiki. Tetapi, ketika mereka terlihat oleh pengintai, penyerangan mereka terbongkar. Dari penthouse suite-nya, Tama menginstruksikan untuk mengunci gedung apartemen dengan memadamkan lampu dan menutup semua jalan keluar. Terjebak di lantai 6 tanpa komunikasi dan diserang oleh penghuni apartemen yang diperintahkan oleh Tama, tim SWAT harus berjuang melewati setiap lantai dan setiap ruangan untuk menyelesaikan misi mereka dan bertahan hidup.
Walaupun, Evant bukan orang asli Indonesia tetapi kecintaannya kepada Indonesia diwujudkan dengan mengangkat bela diri pencak silat Indonesia dalam filmnya tersebut. Dengan menambahkan bela diri pencak silat dalam filmnya, Evans ingin mengangkat bela diri khas Indonesia ke kancah internasional. Tidak hanya itu, Evans juga ingin menumbuhkan dan membudayakan kembali pencak silat. Karena Evant tidak ingin budaya asli Indonesia diakui oleh negara tetangga seperti Tari Pendet dan Reok Barong. Di setiap adegan aksi filmnya yang berjudul ‘The Raid” Evant selalu menuangkan gerakan pencak silat. Seperti perkelahiran tokoh utama Iko Uwais (Rama) dan Yaya Ruhin (Mad Dog) pada menit 01:24:41 sampai 01:29:32.
Rama bersama tim SWATnya bertugas membrantas bandar narkoba dengan menggrebek sebuah tempat persembunyian bandar narkoba untuk dihukum mati, seperti di Indonesia yang sekarang sedang gencar-gencarnya membrantas dan megurangi penyebaran narkoba dengan menghukuman mati bandar narkoba. Di Indonesia penggrebekan juga dilakukan oleh pasukan kusus yang sudah terlatih bersama tim dari Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Sehingga, film ini dapat menjadi pelajaran untuk masyarakat umum tentang bagaimana penggrebekan bandar narkoba dan masyarakat yang menonton film ini dapat berfikir ulang jika menjadi bandar karena penggrebekan yang dilakukan sangatlah kejam.
Adegan bertarung baik yang dilakukan tangan kosong maupun bersenjata terlihat profesional dengan digarami koreo pencak silat yang diperankan oleh pemain secara detail dan menarik, kelenturan dalam memadukan setiap jurus kedalam perkelahian juga memukau, karena kebanyakan pemain dalam film ini adalah atlet pecak silat seperti Iko Uwais sebagai Rama dan Yayan Ruhian Sebagai Mad Dog. Selain itu, dialog serta perpindahan scene dari satu sisi ke sisi yang lain juga cukup efektif. Ala hasil film ini menjadi film aksi terbaik 2012 dan mendapat banyak penghargaan.
Dilihat dari segi cerita, film yang hampir semua pemainnya laki-laki ini memang mampu memberikan kejutan-kejutan seperti hubungan Rama dengan Andi (Donny Alamsyah) yang menjadi tangan kanan Tama. Rupanya mereka berdua kakak-beradik. Serta hubungan Tama dengan Letnan Wahyu (Pierre Gruno) yang ternyata mereka berdua dikendalikan oleh seorang dalang yang sama.
Namun, dalam film ini terdapan adegan-adegan kekerasan dan kesadisan para pemain yang diperlihatkan secara vulgar dan terdapat adegan pembunuhan yang disajikan dengan macam teknik seperti ditembak di kepala, leher ditusuk belati, atau dipukul dengan tangan kosong. Sehingga, seni pembunuhan semacam itu tidaklah pas dalam dunia perfilman di Indonesia. Akan lebih baik jika imajinasi penonton dibiarkan berkembang tanpa harus melihat adegan secara langsung, jadi dapat mengurangi adegan yang kurang pas. Misalnya pistol hanya ditodongka ke leher, kemudian terdengar suara tembakan namun terlihat darah yang terciprat dimuka pemain lain.
Tidak hanya itu, terdapat ketidakkonsistenan dan ketidakjelasan alur cerita dalam film ini. Sepeti tidak adanya flash back atau kisah yang menceritakan bahwan kenapa Andi menjadi mafia dan sangat disayangkan film ini alurnya hanya satu waktu, tidak ada permainan adegan lintas waktu. Lalu, sampai menit terakhir tidak terungkapnya siapa dalangnya alias ceritanya menggantung.
Film buah karya Gareth Evans bersama anak bangsa ini sangatlah menarik dan berkualitas internasional. Jadi, sayang jika tidak meluangkan waktu untuk menonton film ini dan tahu bagaimana menegangkannya perkelahian antara dua kubu. Namun, karena terdapat adegan perkelahian yang kejam, film ini hanya untuk dewasa dan tidak dianjurkan ditonton oleh seseorang berusia dibawah 18 tahun.
Download klik judul atas sendiri