Bus Line Sebagai Solusi Keterlambatan Bus Trans Jogja
Oleh : Ario Chandra Purpratama
GAMBARAN UMUM
Yogyakarta merupakan kota pelajar dan budaya yang berbasis kota patiwiasata. Sebagai kota pelajar, banyak mahasiswa-mahasiswa dari luar kota masuk ke Yogyakarta untuk menjalankan studi (Haryono, 2009). Mereka melakukan studi di Yogyakarta dengan waktu yang cukup lama dengan rata-rata 4 tahun. Selama di Yogyakarta mereka menyewa rumah atau juga ada yang tinggal dikoskosan. Selain mahasiswa, orang-orang dari luar Yogyakarta juga masuk ke Yogyakarta untuk berwisata. Wisata Yogyakarta memiliki banyak pilihan seperti Malioboro, Keraton Yogyakarta, Tugu Jogja, dan lain-lain. Untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan transportasi terutama wisatawan dan mahasiswa, dinas perhubungan Yogyakarta menciptakan angkutan umum bus yaitu Bus Trans Jogja (Dishub Jogja, 2020).
Bus Trans Jogja (Gambar 1) merupakan salah satu alat transportasi umum dari program penerapan Bus Rapid Transit (BRT) yang dicanangkan Departemen Perhubungan. Bus Trans Jogja berdiri dengan Akta No. 12/2 Juni 2007 merupakan operator bus Trans Jogja, menurut Kesepakatan Bersama Nomor : 18/KES.BER/GUB/2007 yang telah ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 2007 antara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkku Buwono X) dengan PT Jogja Tugu Trans. Namun, bus Trans Jogja diresmikan pada tanggal 18 Februari 2008 oleh Dinas Perhubungan, Pemerintah Provinsi DIY dan beroperasi pada awal Maret 2008. Pengelola Trans Jogja adalah PT Jogja Tugu Trans, sebagai wujud konsorsium empat koperasi pengelola transportasi umum kota dan pedesaan di Yogya (Koperasi Pemuda Sleman, Kopata, Aspada, dan Puskopkar) dan Perum DAMRI (PT. Jogja Tugu Trans, 2008). Setelah delapan tahun, pada tahun 2015 kontrak dengan oleh PT Jogja Tugu Trans habis, sehingga pengelolahan bus Trans Jogja perpindah ke PT.Anindya Mitra Internasional (AMI) (Dishub Jogja, 2020).
Bus Trans Jogja menjadi sebuah upaya Pemerintah Provinsi DIY untuk meningkatkan pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi darat di kawasan perkotaan DIY dengan berbasis menggantikan sistem setoran menjadi sistem pembelian pelayanan. Selain itu, kehadiran bus ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat karena semakin meningkatnya aktivitas masyarakat di wilayah Yogyakarta seperti para mahasiswa yang memilih berpergian menggunakan bus atau keluarga yang hanya sekedar jalan-jalan dalam kota. Hal tersebut juga didukung oleh murahnya tarif awal bus Trans Jogja sebesar Rp 1000 sekali perjalanan agar masyarakat Jogja berpindah dari kendaraan pribadi menggunakan kendaraan umum. Namun, saat ini tarif tersebut sudah naik menjadi Rp 3.500 sekali perjalanan. Peningkatan tersebut juga didukung oleh sarana dan prasaran yang meningkat.
Trans Jogja mulanya memiliki 34 armada bus dengan enam trayek (1A, 1B, 2A, 2B, 3A, dan 3B), menghubungkan tempat-tempat yang penting di Yogyakarta, seperti Stasiun KA Jogjakarta, Terminal Bus Giwangan sebagai pusat perhubungan jalur bis antarpropinsi, Terminal Angkutan Desa Terminal Condong Catur, Terminal Regional Jombor di sebelah utara kota, Bandar Udara Adisucipto, dan Terminal Prambanan. Setelah 13 tahun berlalu dari tahun 2008 hingga 2021, bus Trans Jogja mengalami peningkatan den 129 armada bus dengan 18 trayek (Gambar 2) (1A, 1B, 2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B, 5A, 5B, 6A, 6B, 7, 8, 9, 10, 11, Cadangan)
(Pratomo, 2015). Peningkatan tersebut agar target dari pemerintah Yogyakarta dalam menyediakan angkutan umum yang nyaman dapat terpenuhi. Selain itu, kemudahan bertransportasi di Yogyakarta menggunakan angkutan umum dapat mengurangi kendaraan pribadi sehingga tidak terjadi kemacetan (Dishub Jogja, 2021).
|
|
Gambar 1. Bus Trans Jogja (https://otomotif.tempo.co/read/1181869/bu s-trans-jogja-kini-lebih-nyentrik-siap- dipaksa-kerja-berat) |
Gambar 2. Trayek Bus Trans Jogja ((https://dishub.jogjaprov.go.id/trans-jogja) |
KONDISI EKSISTING
Tahun ke tahun kemacetan di Yogyakarta tidak terhindarkan. Hal tersebut dibuktikan dari data Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, kemacetan yang terjadi di Kota Jogja disebabkan salah satunya karena peningkatan volume kendaraan yang ada. Jumlah kendaraan roda 2 tahun 2016 sejumlah 71.566 unit. Tahun 2017 meningkat 211 persen menjadi 222.915 unit. Sementara untuk kendaraan roda 4, tahun 2016 sejumlah 12.746 unit.Tahun 2017 meningkat 344 persen menjadi 56.647 unit (Wijayanto, 2019).
Di Yogyakarta terdapat 21 titik kemacetan yaitu di Wilayah Kota Yogyakarta (Jalan Malioboro, Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Senopati, Jalan Kebon Raya, Jalan Laksda Adisucipto kilometer 1, Jalan AM Sangaji, Jalan Diponegoro, dan Jalan Magelang kilometer 1), wilayah Sleman (Amabarukkmo Plaza Jalan Solo, SP 4 Kentungan Jalan Ring Road Utara, SP 4 Condong Catur Jalan Ringroad Utara, SP Monjali Jalan Ring Road Utara, Pasar Tumpah Gamping, Jombor, Pasar Prambanan, dan Jalan Kaliurang), wilayah Kulon Progo (SP 5 Karangnongko), wilayah Bantul (SP 5 Karangnongko), dan wilayah Gunung Kidul (UWA). Titik kemacetan tersebut paling banyak berada pada rute trayek yang dilalui oleh bus Trans Jogja.
Kemacetan menyebabkan jadwal waktu kedatangan dan keberangkatan bus Trans Jogja mengalami keterlambatan hingga 30 menit. Apalagi kemacetan selalu terjadi pada jam berangkat kerja dan pulang kerja. Hal tersebut diakibatkan karana bus Trans Jogja tidak memiliki jalur khusus seperti bus Trans Jakarta. Jalur yang digunakan kendaraan pribadi dengan angkutan umum menjadi satu, maka kemacetan tidak terhindarkan dan mengakibatkan keterlambatan jadwal bus. Keterlambatan bus akibat kemacetan tersebut sangat dikeluhkan oleh penumpang bus Trans Jogja. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat memilih menggunakan ojek online atau taksi yang memiliki waktu tunggu yang cepat. Selain itu, kondisi jalanan di Yogyakarta tergolong sempit dan banyak dimanfaatkan jenis transportasi darat lain seperti becak dan andong menjadikan pembuatan jalur khusus sulit diterapkan.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang dapat ditinjau dari kondisi eksisting adalah kemacetan di Yogyakarta menyebabkan transportasi bus Trans Jogja terhambah. Akibatnya berpengaruh terhadap jadwal keberangkatan dan kedatangan bus Trans Jogja. Kondisi ini disebabkan karena bus Trans Jogja tidak mempunyai jalur khusus menggunakan sparator yang bebas hambatan seperti bus Trans Jakarta dan jika di buat jalur khusus menggunakan sparator yang untuk bus Trans Jogja, jalan di Yogyakarta tidak memungkinkan karena kondisi jalanan yang tergolong sempit.
SOLUSI/PEMECAHAN
Inovasi untuk memberikan solusi atas masalah yang telah dijelaskan adalah jalur khusus menggunakan marka bus atau bus line. Bus line (Gamabar 3) adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan berupa garis utuh sebagai pemisah lajur bus. Lajur jalan bus memiliki ukuran panjang paling sedikit 3 (tiga) meter dan ukuran lebar sesuai dengan lebar lajur jalan. Biasanya lajur bus tersebut diberi tanda berupa gambar bus berwarna putih dan/atau marka jalan berwarna merah. Selain itu, lajur bus tersebut juga diberi kata-kata yang menunjukkan pesan mengenai keperluan khusus untuk jalur bus seperti “KHUSUS BUS” (PM Perhubungan RI, 2014).
Bus line dapat diterapkan di Yogyakarta untuk membuat jalur khusus bus Trans Jogja karena tidak harus mengurangi lebar jalan. Hal tersebut dapat menjadi solusi tidak adanya jalur khusus bus Trans Jogja dan solusi dari jalur khusus bus tanpa menggunakan pembatas sparator. Sebab, jalur khusus bus menggunakan pembatas sparator dapat mengurangi lebar jalan karena jalan di Yogyakarta rata-rata memiliki jalan yang tidak lebar.
Penerapan bus line di Yogyakarta akan manjadikan bus Trans Jogja memiliki jalur khusus bus. Sehingga, perjalanan bus Trans Jogja tidak akan terhambat oleh kepadatan kendaraan. Bus line tidak akan menggangu perjalanan kendaraan lain karena jalan dapat digunakan oleh semua kendaraan, tetapi kendaraan bus sebagai prioritas pada jam-jam tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perhubungan D.I.Y. 2020. Trans Jogja diakses dari https://dishub.jogjaprov.go.id/trans- jogja pada 24 Januari 2021 pukul 20.14 WIB.
Haryono, Sigit. 2009. Analisis Brand Image Yogyakarta Sebagai Kota Pelajar. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 7, Nomor 3, September- Desember 2009.
Peraturan Mentri Perhubungan Republik Indonesia Tahun 2014.
Pratomo, B.A., Sumarsono, A., & Yulianto, B. 2015. Analisis Kinerja Bus Trans Jogja (Studi Kasus Rute 4A dan 4B). e-Jurnal Matriks Teknik Sipil/Juni 2015/500.
Wibowo, E. A. 2019. Bus Trans Jogja Kini Lebih Nyentrik, Siap Dipaksa Kerja Berat. https://otomotif.tempo.co/read/1181869/bus-trans-jogja-kini-lebih-nyentrik-siap- dipaksa-kerja-berat pada 24 Januari 2021 pukul 21.14 WIB.
Wicahsono, Pribadi. 2019. Bus Trans Jogja Kini Lebih Nyentrik, Siap Dipaksa Kerja Berat
Wijayanto, S. S., Widyawati, K., & Murodif, A. 2019. Transisi Di Ruang Urban Dalam Perancangan Authorized Nissan Datsun Di Yogyakarta Dengan Pendekatan Hightech. Jakarta : Universitas Indraprasta PGRI.